Capt.2
Ketika itu, dia
menggunakan sanggul dan make
up yang yahh,
bisa dibilang berlebihan.
Itu juga yang
membuat kami tertawa.
Citra, teman baikku
yang sangat pengertian.
Dilihat dari namanya,
dia memang sosok
yang cantik. Meskipun
usianya lebih muda
dari kami, dia
merupakan teman yang
hebat. Rasanya inginku
hentikan waktu sejenak.
Dalam sukacita, tawa,
canda, apakah ini
yang terakhir? Sedih
ku rasa. Namun
ku harus tetap
melangkah maju. Mendengar
keramaian kami, kemudian
ada guru kelas
kami yang datang
menghampiri kami. Ia
menghampiri kami dengan
mengatakan jika nilai
unjian nasional IPA
yang aku dapatkan,
mendapat 10,00! Spontan
kami terdiam, melihat
satu sama lain
dengan tatapan ragu.
Lalu kamipun berteriak.
Guru kelas kami
itu memang suka
sekali bercanda dengan
lawakannya, tetapi apakah
yang guru kelas
kami katakana itu
benar jika nilai
IPAku benar 10,00.
Guru itu adalah
guru fisika yang
bernama Bu Mum.
Entahlah, aku tidak
tahu apakah benar
yang dikatakannya. Aku
juga tidak yakin
apakah benar begitu.
Teman - temanku
saat itu meyakinkanku
untuk tidak minder
dan percaya diri.
Mereka percaya jika
nilai itu memang
benar. Aku hanya
bisa berdo’a dan
terus berdo’a.
Aku juga berharap
yang dikatan oleh
guru kelas kami
itu benar, tapi
apa mungkin. Entahlah,
aku hanya binggung.
Waktu terus berlalu.
Kini giliran kelas
kami untuk berjalan
menuju kursi masing
- masing di
depan panggung. Aku
berjalan penuh harap,
sambil terus terpikir
akan perkataan guru
kelas kami tadi.
Ketika aku berjalan,
mataku melihat kearah
para orangtua wali duduk.
Sejauh aku melihat,
aku tidak bisa
menemukan dimana bapakku
duduk. Entahlah, aku
tidak bisa melihatnya.
Akupun duduk sambil
terus berdo’a dan
berdzikir, karena hanya
itulah yang bisa
aku lakukan. Kursi
dimana aku duduk,
jauh dari teman
- temanku. Mungkin,
karena kursi itu
sudah diurutkan sesuai
absen. Pikiranku bingung.
Tak ada teman
- temanku di
dekatku. Ku rasa
hanya do’a lah yang
dapat menenangkanku.
Saat yang paling
aku dan teman - temanku
tunggu juga merupakan
hal yang aku
takutkan juga. Acara
itu adalah pengumuman
hasil NEM. Acara
ini diawali dengan
siswa yang masuk
dalam 10 tertinggi
nilai NEM. Kemudian
siswa dipanggil dari
yang berurutan ke nomor
10, 9, 8, dan kemudian
saat 7, dzikirku
terhenti karena aku
mendengar nama bapak
dan namaku disebut.
Aku tak percaya
dan tak menyangka.
Kaget ku rasa.
Entah rasanya, seperti
mimpi. Tak terasa
air mata ini
membasahi jilbabku yang
berwarna merah itu.
Terus tanpa henti
membasahi. Temankupun memberikanku
selembar tisu untuk
menghapus air mata.
Aku masih binggung
dan tidak percaya.
Alhamdulillah aku terus
bersyukur kepada Allah.
Aku heran mengapa
bisa mendapat peringkat
7 untuk hasil
NEM. Saat itu pun
aku tidak terlalu
mendengar dengan jelas
berapa hasil NEMnya.
Bingung aku rasakan.
Kemudian aku bersama
bapak dipanggil menuju
panggung untuk diberikan
samir sebagai tanda
kelulusan. Saat aku
tengah berjalan menuju
panggung bapak memberikanku
selamat. Sungguh apa
ini mimpi? Aku
berharap ini memang
kenyataan, karena dengan
menjadi peringkat 7
aku bisa membuat
bapak bahagia. . Rasanya
masih ku tak
kuat untuk menahan
air mata. Aku
terus meneteskan air
mata saat berada
di panggung. Kemudian
samir dan ijazahpun
serta uang pembinaan
oleh kepala sekolah
diberikan untukku. Sedang
bapak tepat berdiri
di belakangku.
Setelah selesai foto
bersama, kemudian aku
kembali ke tempat dudukku.
Kemudian pengumuman dimana
siswa yang mendapatkan
nilai sempurna untuk
mata pelajaran UN.
Mulai dari Bahasa
Inggris, lalu saat
IPA nama disebutkan.
Aku kaget saat
itu. Ternyata kata
guru kelasku tadi
benar. Aku kemudian
maju kedepan dan
menerima uang pembinaan
dari sekolah. Alhamdulillah, aku
merasa diberikan karunia
yang sangat besar
saat itu. Sungguh
karunia Allah sangat
besar . “Subhanallah Walhamdulillah Walailahailallah Wallahuakbar,” kalimat itulah
yang selalu aku
ucapakan dalam hati. Dengan
mengucapkan kalimat itu,
rasanaya hati ini
menjadi semakin tenang.
Komentar
Posting Komentar