Prolog Autobiografi

PROLOG

Lepas.. Ingin ku lepas. Bebas.. Ingin ku bebas. Dari semua hal yang paling aku benci. Segalanya tentang rasa takutku. Terasa jauh, namun ternyata ku masih terdiam di sini. Terbenam senja. Terlihat burung merpati terbang nan jauh, mengepak sanubari indah seakan terbang membawa harapan. Tak pernah lelah untuk melangkah, menerpa angin pembawa hujan. Tak pernah letih untuk menyusuri, hamparan alam ciptaan Maha Suci. Dalam hati, terbesit satu titik cahaya. Cahaya kecil dari yang paling dalam. Yang semakin bertambah terang dan kadang makin meredup terbawa kelam. Gelap dalam pijakan, terasa sunyi seperti mati. Hilang! Ku berlari mencari harapan itu. Dalam gelap, tak pedulikan langkahku. Mata tak dapat ku melihat. Kaki menuntunku ke arah yang tak pasti. Telinga tak mendengar apapun, sebisikpun tak ada. Ku buka mata lebih lebar, yang terasa hanya hampa tak berbekas. Ku terus berlari terengah nafasku mengikuti sesuatu yang entah apa namanya, yang entah apa kelihatannya, yang  entah apa rasanya, yang ku tahu itu meyakinkanku untuk mengikuti. Sesuatu yang membawaku sampai sejauh ini. Langkahku mulai mereda, berjalan pelan merasakan. Langkahku terhenti tersedak. Mataku pedih karena air terus mengalir  darinya. Aku berpikir, itulah satu – satunya yang dapat ku gunakan ketika semua indera mati. Sesuatu yang membuatku yakin tuk aku ikuti. Ku rasa itulah yang disebut…   hati.
 Hastuti, 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Berkenalan dengan Puisi

"Seharusnya"